SOLOPOS.COM - Yallingup Lagoon yang masih satu kawasan dengan Leeuwin Naturaliste National Park. Kawasan ini dikelola oleh Wadandi Cultural Custodian. (Solopos/Rini Yustiningsih)

Solopos.com, PERTH — Tim Whitty Kitchen, salah satu restoran terbaik di kawasan Edwards Wines, Margaret River, negara bagian Western Australia (WA). Desain restoran ini unik, bagian belakang dikelilingi kaca dengan latar perkebunan anggur, hamparan hijau rerumputan dan bunga-bunga bermekaran. Menyatu dengan alam!

Delegasi Invitiation Media Visit (IMV) Australia Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Pemimpin Redaksi Media di Jawa Timur dan Jawa Tengah termasuk Espos, Sabtu (27/4/2024), disambut hangat. Satu per satu hidangan disajikan, menunya menggugah selera. Serba laut, dari mulai abalone (sejenis siput laut), ikan, aneka kerang dan lainnya.

Promosi Tegaskan Komitmen pada Ekonomi Hijau, BRI Tawarkan KPR Green Financing

Tony Fletcher
Principal Regional Development Officer South West Development Commision, Tony Fletcher, memberi sambutan kepada tamu, Sabtu (27/4/2024) saat jamuan makan siang di Tim Whitty Kitchen. Resto yang menghadirkan pemandangan kebun anggur. (Istim,ewa)

Margaret River merupakan kota kecil di barat daya WA. Dari Perth ibu kota WA butuh waktu sekitar lima jam, perjalanan menyenangkan dengan pemandangan peternakan luas, rumah-rumah kayu khas kota koboi seperti di film-film.

Margaret River dikenal sebagai kota wisata, berada di kawasan muara Sungai Margaret dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.

Udara sejuk, pantai bersih, air laut jernih, pasir putih lembut, dengan ombak yang tak terlalu menantang menjadikannya sebagai lokasi favorit berselancar.

Salah satu, lokasi itu yakni Yallingup Lagoon yang masih satu kawasan dengan Leeuwin Naturaliste National Park. Kawasan ini dikelola oleh Wadandi Cultural Custodian.

Situs margaretriver.com menyebut Margaret River dan pantai-pantainya dikenal dengan kebudayaan Wadandi Boodja atau

masyarakat air asin. Warga setempat menyebutnya The Land of Wadandi Boodja (salah satu suku aborigin/penduduk asli Australia) tempat di mana sungai dan samudera bertemu.

Wadandi Boodja mengenal enam musim. Yakni, Birak (Desember-Januari), Bunuru (Februari-Maret), Djaran (April-Mei), Makuru (Juni-Juli), djilba (Agustus-September), Kambarang (Oktober-November). Mereka menggunakan kalender enam musim untuk hidup selaras dengan alam, tanah, sungai, laut dan lingkungan.

Pada 1850, warga Inggris kemudian membangun perumahan di kawasan itu. Infrastruktur dibangun, salah satunya jalur kereta api yang menghubungkan ke Busselton (salah satu kota terdekat).

Margaret River kini telah berubah. Hotel, restoran, galeri-galeri cantik, perkebunan, peternakan banyak bertebaran. Selain sebagai lokasi surfing terkenal di dunia, Margaret River juga dikenal sebagai salah satu penghasil anggur (wine) terbaik di dunia.

Margert River kini juga dihuni orang-orang kreatif dalam berbagai bidangnya masing-masing. Meski demikian mereka tetap mempertahankan dan menghormati budaya leluhur Margaret River yakni Wadandi Boodja.

Kota Kreatif

Pasangan suami-isteri Russell Ord dan Catherine Ord pengelola galeri seni di Edwards Estate.
Pasangan suami-isteri Russell Ord dan Catherine Ord pengelola galeri seni di Edwards Estate. (Solopos/Rini Yustiningsih)

Director Creative Tech Village Hub, Edith Cowan University, Matt Lewis yang mendampingi rombongan menyebut Margaret River merupakan kota kreatif di WA. Pelaku usaha industri kreatif ini datang dari berbagai latar belakang profesi yang berbeda.

Ada dari pembuat film, seniman, pemahat, pelukis, pembuat anggur, fotografer, peternak dan lainnya.

Dengan latar belakang yang mereka punyai itu, mereka memberi nilai lebih, memberi sentuhan kreativitas untuk membangun kotanya.

Di sana ada 215 perkebunan anggur, yang tidak hanya budidaya anggur. Namun juga mengolah buah tersebut menjadi wine, lalu membangun pula semacam wisata anggur.

Dari mulai menikmati suasana perkebunan, melihat pengolahan hingga mendirikan kedai anggur yang artistik untuk menikmati wine. Cerita soal anggur ini dikemas sangat unik, akhirnya menarik wisatawan.

Pasangan suami-isteri Russell Ord dan Catherine Ord juga demikian. Russel seorang peselencar dan juga fotografer handal khusus selancar dan samudra. Sementara Catherine pencinta seni. Keduanya memutuskan membuka galeri seni di Edward Wines.

Di galerinya terpampang foto-foto dalam laut, surfing, dan keindahan budaya laut Margaret River yang diambil oleh Russel. Di galeri mereka juga tersaji, pahatan coral (karang) yang dijadikan benda-benda unik dan menarik, lukisan dan cerita perjalanan hidup Russel Ord yang kini kerap mendapat endorsement  dari merek-merek terkenal peralatan fotografi. Galerinya juga menjadi souvenir-souvenir unik Margaret River.

“Kami juga bekerja sama dengan sejumlah lembaga untuk memberikan pelatihan fotografi ke siswa-siswa SMA. Rencananya hasil karya siswa itu akan dipamerkan dan dilombakan pada September nanti. Ini sebagai agenda tahunan galeri kami,” ujar Catherine yang mengaku tak menyukai selancar kepada Espos.

Pesawat Matilda
Fiona, menantu penerbang pesawat Matilda, berfoto di belakang pesawat yang dikemudikan ayah mertuanya itu. (Solopos/Rini Yustiningsih)

Ada 200an galeri di Margaret River, masing-masing galeri ini mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Para pelaku usaha kreatif di kawasan ini sangat kompak, suasana hangat dan ramah juga menjadikan siapapun yang datang ke Margaret River menjadi betah.

Ada pula hangar Matilda di Edward Wines dengan pesawat Ngengat Harimaunya.

Fiona, pengelola hangar menyebut pesawat itu saksi bisu Matilda Story, ayah mertuanya.  Matilda Story menceritakan napak tilas Brian Edwards  pada 2 Maret 1990, menggunakan pesawat De Havilland DH82A Tiger Moth (Matilda) 1943.



Brian terbang sendiri dari RAF Binbrook Airfield Inggris, menuju Australia melintasi Indonesia. Aksi Brian itu sebagai penghormatan mendiang ayahnya yang hilang dalam Perang Dunia II, Clifford Edwards, pilot Skuadron 460 Lancaster di Binbrook, Lincolnshire. Cerita soal itu dikemas menarik, disajikan dalam gambar besar yang terpasang di dinding. Termasuk pula segala perlengakapan yang dikenakan Brian dan pesawat turut dipamerkan.

Sentuhan kreatif ini juga menular ke wisata-wisata alam di kawasan itu. Di Yallingup Lagoon misalnya, di bibir tebing, masyarakat setempat menempatkan kursi-kursi desain klasik. Yang menarik di bagian sandaran kursi terpasang foto para peselancar lengkap dengan cerita peselancar. Satu kursi, satu foto. Mereka adalah para peselancar yang meninggal. Pengelola setempat menyebutnya kursi penghormatan.

Delegasi Invitiation Media Visit (IMV) Australia Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) menikmai galeri seni di Edwards Estate. (Solopos/Rini Yustiningsih)
Delegasi Invitiation Media Visit (IMV) Australia Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) menikmai galeri seni di Edwards Estate. (Solopos/Rini Yustiningsih)

Principal Regional Development Officer South West Development Commision, Tony Fletcher, kepada Espos, mengatakan terbuka peluang lebar untuk kerja sama dalam hal industri kreatif antara Indonesia dan Australia.

Tony menyebut salah satu kunci sukses Margaret River yakni kolaborasi hangat antara pengelola kota (birokrat), masyarakat, pelaku usaha, dan sinergi dengan pihak-pihak lain di luar Margaret River.

Apa yang dilakukan Margaret River merupakan kisah sukses kota kreatif itu. Ujungnya, makin dikenal wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya