SOLOPOS.COM - Laman ppdb.jatengprov.go.id pada 2024. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO—Sejumlah orang tua calon peserta didik (CPD) asal Solo, harus rela anak mereka terlempar dalam daftar sementara hasil seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi tingkat SMA. Meski jarak rumah tidak sampai 2 km, mereka gagal diterima sekolah negeri di kota sendiri.

Berdasarkan data dalam laman ppdb.jatengprov.go.id, yang diakses Solopos.com, Jumat (28/6/2024) sore, menunjukkan ketatnya persaingan Jalur Zonasi. Data tersebut menunjukkan, di Kota Solo, jarak terendah yakni 32 meter yang tercatat di SMAN 3 Solo. Sedangkan jarak tertinggi hanya 1821 meter yakni di SMAN 6 Solo. 

Promosi Penyaluran KUR BRI hingga Akhir April 2024 Capai Rp59,96 Triliun

Lalu jarak rata-rata terendah tercatat di SMAN 7 Solo yakni 381 meter dan rata-rata jarak tertinggi tercatat di SMAN 2 Kota Solo yakni 1157 meter. Dengan rata-rata jarak yang tidak sampai 2 km itu, para CPD yang jauh dari sekolah bernasib sial, pasalnya mereka sudah pasti terlempar.

Seperti warga yang tinggal di kampung Jetis, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo. Sekolah terdekat dari kampung tersebut yakni SMAN 5 Solo dan SMAN 6 Solo, tercatat berdasarkan Google Map, titik koordinat kampung Jetis dengan dua SMA itu berjarak sekitar 3 km.

Warga Jetis, Kadipiro, Banjarsari, Anika Utami, 39, harus merelakan anaknya tidak masuk di SMA negeri. Keinginan untuk sekolah di kotanya sendiri itu datang dari sang anak. Sebagai orang tua dia hanya ingin memfasilitasi kemampuan anak.

Ketika hari pertama PPDB tingkat SMA, Anika tidak langsung mendaftar. Pada hari pertama dan kedua dirinya terlebih dahulu memantau perkembangan Jalur zonasi. Baru pada hari ketika dirinya mendaftar SMAN 5 Solo dan SMAN 6 Solo. Dua sekolah yang bersebelahan itu, adalah sekolah terdekat dari kampungnya. 

“Tapi jarak rumah kita dari sekolah itu 2 km lebih sedikit, nah itu saya cek di hari kedua sudah terlempar, jadi tetangga-tetangga di sini itu sudah pasti tidak bisa masuk SMAN 6, apalagi SMAN 5 yang peminatnya banyak,” kata dia kepada Solopos.com, Jumat.

Padahal tiga tahun lalu, dengan jarak 2 km sejumlah CPD asal kampung Jetis masih bisa diterima di SMAN 6 Solo. Usahanya tidak berhenti di situ, dirinya pun juga sempat mendaftarkan anaknya lewat Jalur Prestasi di SMAN 2 Solo dan SMAN 6 Solo.

Meski dengan nilai rapor rata-rata 91, tetap saja kalah saing dengan CPD lain yang kebanyakan dari luar kota. Hingga akhirnya anaknya diterima melalui Jalur Prestasi, namun di SMAN 2 Sukoharjo. 

“Anak saya ya pasti gela [kecewa] ya, padahal KK [kartu keluarga] domisili di Solo tidak pernah pindah-pindah. Saya merasa tidak masuk akal, misal SMAN 5 sama SMAN 7 itu rata-rata jaraknya tidak sampai 700 meter,” kata dia.

Nasib serupa dirasakan warga Jetis, Kadipiro, Banjarsari lainnya, R. Praditya Widyatama, 49, yang sampai saat ini buah hatinya belum mendapatkan sekolah lantaran terlempar dalam Jalur zonasi.

Sama seperti Anika, dirinya mendaftarkan sang anak melalui Jalur zonasi di SMAN 5 Solo dan SMAN 6 Solo. Sayangnya tidak satupun dari sekolah tersebut menerima. Padahal berkaca pada tahun lalu, masih ada tetangganya yang berhasil diterima. Akhirnya hingga sekarang anaknya belum mendapatkan sekolah.

“Saya sudah dua kali, sebelumnya anak saya yang masuk SMP juga terbuang, nah ini terbuang juga mungkin ke Boyolali atau Karanganyar. Tapi ini masih hari tenang, besok baru ada lagi konfirmasi lebih lanjut mau diarahkan ke mana,” kata dia.

Dia menilai sistem zonasi, khususnya tingkat SMA di Kota Solo belum siap. Sebab sekolah belum merata. Banyak daerah seperti di kelurahannya terbilang jauh dari sekolah. Ini membuat ketimpangan lantaran kesempatan anak-anak sekolah di kotanya sendiri semakin minim.

“Sistem PPDB jalur zonasi kalau saya perhatikan dari pemerintah memang untuk pemerataan. Tapi itu kan butuh proses yang panjang, dan dalam proses itu akan lebih baik lagi infrastrukturnya disiapkan dulu. Dalam arti gedung-gedung sekolah dulu siap baru sistem zonasi,” kata dia.

Terlebih jumlah penduduk dari tahun ke tahun sangat fluktuatif. Bisa jadi pada tahun tertentu jumlah lulusan SMP sedikit, lalu tahun berikutnya sangat banyak. Maka, menurut dia, perlu juga dikoordinasikan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Solo.

“Saya lihat PPDB Pemprov tidak maksimal dalam koordinasi dengan Disdukcapil, kalau koordinasi kan tahun kalau ini padat, maka kuota [Jalur Zonasi] diperbanyak. Tapi ini saya lihat dari tiga tahun lalu sama, jadi tidak ada koordinasi, instasinya jalan sendiri-sendiri,” kata dia.

Akibatnya, kata dia, yang dari Kota Solo harus terbuang di luar kota. Sedangkan dari luar Kota Solo seperti Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, dan sekitarnya diterima melalui jalur prestasi.

“Maka saya harap PPDB ke depan lebih memperhatikan fluktuatif kepadataan anak usia sekolah, karena tidak bisa dari tahun ke tahun itu sama, tidak bisa. Hal-hal seperti ini pemerintah harus memperhatikan,” kata dia.

Sebagai informasi, tahun ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggelar PPDB melalui empat jalur yakni Zonasi, Afirmasi, Perpindahan Orang Tua, dan Prestasi.

Jalur zonasi didasarakan pada jarak koordinat rumah dengan sekolah. Afirmasi merupakan jalur untuk keluarga miskin (Gakin). Prestasi didasarkan atas nilai rata-rata rapor sekolah. Terkahir Perpindahan Orang Tua untuk para wali siswa yang harus pindah tugas ke kota lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya